Gambuh
merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan diperkirakan berasal
dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Bali kuno dan terasa
sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun terasa sangat
sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali yang
ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit dan
kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh dipelihara
di istana raja-raja.
Pemain gambuh
sedang beraksi
Kebanyakan
lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur cerita Panji yang diadopsi ke
dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya adalah Damarwulan,
Ronggolawe, dan Tantri. Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi,
sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan
menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa. Suling dalam gambuh yang
suaranya sangat rendah, dimainkan dengan teknik pengaturan nafas yang sangat
sukar, mendapat tempat yang khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh, yang
sering disebut gamelan “pegambuhan”.
Gambuh
mengandung kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik dan
menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat
menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk di
tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain
dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama
seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang lanang
atau disebut juga kendang pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari dan
penabuh.
0 komentar "Gambuh", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar